All Sport

Eko Yuli, Minta Maaf padahal Raih Perak!

OLE – Lifter senior Eko Yuli Irawan meraih medali perak di cabang angkat besi Olimpiade Tokyo 2020. Berlaga di kelas 61 kg putra, Eko mencatat total angkatan 302 kg di Tokyo International Forum, Minggu (25/7/2021). Uniknya, Eko meminta maaf padahal telah berhasil mempersembahkan medali perak.

Raihan Eko tersebut merupakan medali kedua kontingen Indonesia di Olimpiade kali ini. Sebelum Eko, lifter putri Windy Cantika Aisah di kelas 49 kg lebih dulu meraih medali perunggu.

Setelah laga, Eko melakukan sesi wawancara dengan Erick Thohir selaku International Olympic Committee (IOC). Dari siaran langsung oleh salah satu stasiun TV swasta, Eko membuka percakapannya dengan kata maaf, karena dirinya belum bisa memberikan medali emas. “Saya mohon maaf Pak, masih ini,” ucap Eko lirih.

Erick Thohir langsung memotong. Rasa-rasanya, tidak pantas seorang juara mengucapkan kata maaf. “Nggak, yang penting kamu konsisten dan men-challenge diri kamu. Saya apresiasi dan salut sama kamu, kamu oke dari di London dulu, terus Asian Games dan sekarang,” puji Erick Tohir. “Tahun depan masih ada Asian Games, tetap semangat ya.”

“Halo masyarakat Indonesia, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini. Mohon maaf gagal meraih medali emas, mungkin ini rejeki terbaik buat saya,” kata Eko Yuli lewat video singkat di Instagram pribadinya.

Eko Yuli Irawan, minta maaf hanya meraih medali perak.

Erick Thohir menyebut jika Eko layak disebut legenda. Untuk Eko, perolehan medali perak di Olimpiade Tokyo Jepang ini adalah medali keempat yang pernah disumbangkannya sejak Olimpiade Beijing 2008!

Ia meraih medali perunggu di Beijing 2008 dan London 2012. Eko berhasil memperbaiki warna medalinya menjadi perak di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. “Eko ini legenda. Dia hebat, meraih empat medali di seluruh Olimpiade-nya,” imbuh Erick Thohir.

Incar Paris 2024

Eko memang harus berdamai dengan janjinya. Niat menjadikan Olimpiade Tokyo 2020 sebagai epilog, ditunda. Lifter asal Lampung tersebut masih berhasrat tampil di Olimpiade Paris 2024. Lifter 32 tahun ini belum berniat pensiun dan masih menyimpan ambisi untuk meraih medali tertinggi di Olimpiade edisi berikutnya.

“Kalau masih diberi kesempatan dan bisa bersaing, mengapa tidak?” katanya saat ditemui wartawan yang meliput Olimpiade Tokyo 2020 di mixed zone arena angkat besi, Tokyo International Forum, Minggu (25/7).

Di Paris nanti usianya 35 dan tak menutup kemungkinan masih bisa bersaing di level tertinggi. Dalam sejarah Olimpiade, 35 tahun bukan usia tertua. Tapi ada fakta untuk kelas 62 k) atau sekarang kelas 61 kg, peraih medali emas tertua berusia 33 tahun, yakni Oscar Figueroa dari Kolombia di Olimpiade Rio 2016.

Namun, tak ada yang mustahil. Kisah Rudolf Vladimirovich Plyukfelder, atlet angkat besi Uni Soviet yang meraih medali emas Olimpiade pertamanya untuk kelas 82,5 kg pada usia 36 tahun di Olimpiade Tokyo 1964, bisa jadi spirit Eko.

Masalahnya dinamika angkat besi dunia telah berubah. Salah satu olahraga yang dipertandingkan sejak edisi perdana Olimpiade ini tak lagi sama dengan abad ke-19. Selama abad milenium, usia muda mendominasi kejuaraan angkat besi.

Penelitian Centro es Portivo Virtual yang dirilis pada 2004 menyimpulkan, dari 436 medali selama 1896 hingga 2000, rata-rata usia peraih medali adalah 25,7 tahun. Atlet berkepala tiga yang meraih medali cuma minoritas.

Peta persaingan di kelas 61 kg pun kian berat. Selain Li Fabin (28 tahun), peraih medali emas kelas 61 kg putra Olimpiade 2020, ada beberapa nama yang diprediksi jadi calon raja baru di kelas ringan ini. Dua di antaranya Sergio Massida (19 tahun) dari Italia dan Alexey Drozdov (20 tahun) dari Kazakstan.

Untuk kelas ini Indonesia pun punya harapan baru: Muhammad Faathir (17 tahun). Dalam Kejuaran Dunia Angkat Besi Junior pada November 2020, Faathir meraih medali emas dengan total angkatan 263 kg: 113 kg snacth dan 150 kg clean and jerk.

Indonesia juga punya generasi harapan lainnya, seperti Rizki Juniansyah dan Rahmat Erwin Abdullah untuk kelas 73 kg putra. Rizki merupakan juara dunia junior angkat besi 2021. Ini mengingatkan pencapaian Eko pada 2007.

Prestasi Eko di Olimpiade Tokyo 2020 sejatinya sangat luar biasa. Aral dan rintang yang mengganjal, tak menghalanginya untuk mencipta prestasi dan mengharumkan nama bangsa. Dua kendala terbesar Eko sebelum Olimpiade Tokyo 2020 adalah perselisihan dengan PB PABSI yang berujung latihan mandiri dan sempat positif Covid-19 menjelang keberangkatan.

Jika pun nantinya Eko tak bisa tampil di Olimpiade Paris 2024, ia tetaplah legenda. Anak dari pasangan pengayuh becak dan pedagang sayur ini merupakan sedikit atlet yang konsisten menyumbang medali dalam empat edisi berturut-turut.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top