Jakarta, OLE – Hukuman terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis, telah diputus Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hal itu buah dari kritik luas, baik masyarakat, pakar hukum, hingga Presiden Prabowo Subianto, yang mendorong jaksa naik banding.
Sebelumnya, Harvey Moeis yang dinilai mengemplang uang negara Rp271 triliun (kasus tata kelola timah), semula hanya dibui 6,5 tahun penjara pada tingkat pertama. Kini usai banding, hukuman suami artis Sandra Dewi diperberat menjadi 20 tahun penjara.
Evaluasi Jaksa
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo meminta semua pihak menghormati keputusan tingkat banding. “Saya menilai keputusan terhadap Harvey Moeis mencerminkan sikap tegas kejaksaan, karena kasusnya dihukum 20 tahun, padahal tuntutannya hanya 12 tahun kalau tidak salah. Lebih tinggi hukuman banding daripada hukuman hakim atau tuntutan jaksa,” ujar Rudianto.
Menurutnya, harus ada evaluasi dalam tuntutan jaksa. “Saya kira dengan putusan 20 tahun penjara ini, pasti masyarakat menganggap masih ada rasa keadilan. Ya masih ada hakim yang progresif di pengadilan tinggi,” tegasnya.
“Selain itu, mari kritisi disparitas dalam penanganan kasus hukum di Indonesia, mengingat sebelumnya masyarakat ramai memperbandingkan kasus korupsi dengan kasus pencurian ayam. Masyarakat Indonesia menganggap ini dagelan saja.”
Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi (PT).
“Putusan 20 tahun ini memang di luar dugaan, perlu diapresiasi,” kata Nasir.
Menurutnya, hukuman maksimal ini menunjukkan bahwa hakim tidak memiliki keraguan atas pembuktian yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU).
“Kalau hakim ada keraguan, maka putusannya harus menguntungkan terdakwa. Ini hakim malah menghukum lebih tinggi. Mungkin ini dalam rangka menghadirkan keadilan masyarakat,” ujar Nasir.
Saat ditanya apakah putusan ini dipengaruhi oleh pernyataan Presiden Prabowo yang menginginkan hukuman 50 tahun bagi koruptor, Nasir menegaskan bahwa hakim harus berpedoman pada fakta persidangan.
“Termasuk Komisi Yudisial dalam konteks menjaga martabat hakim. Kan pertanyaannya, kenapa jomplang sekali putusannya (sebelumnya di PN dihukum 6 tahun, di PT dinaikkan jadi 20 tahun). Apakah ada sesuatu di putusan PN sehingga mencederai keadilan publik atau seperti apa begitu,” ungkap Nasir.
Tak Ada Toleransi
Senada, Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, menilai vonis 20 tahun penjara untuk Harvey Moeis sudah tepat.
“Ini sesuai harapan masyarakat. Dengan kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun, sudah sepatutnya hukuman yang dijatuhkan memberikan efek jera dan menegaskan bahwa korupsi tidak bisa ditoleransi,” kata Martin, Kamis (13/2).
Sedangkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, menyambut baik putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI yang memperberat hukuman terhadap pengusaha Harvey Moeis. Rano mengatakan tak ada toleransi terhadap pelaku korupsi.
Kembalikan Aset Ilegal
Putusan PT DKI Jakarta yang memperberat hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara serta menaikkan uang pengganti dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar semakin menegaskan bahwa negara tidak boleh memberi toleransi terhadap kejahatan korupsi, khususnya dalam sektor sumber daya alam, kata Rano kepada wartawan, Kamis (13/2/2025).
“Kami mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memiliki pernyataan tegas dan objektif. Putusan ini tidak hanya menunjukkan keberanian dalam penegakan hukum, tapi juga memperkuat pesan bahwa sistem peradilan tetap berdiri di atas prinsip keadilan dan kepentingan negara,” ungkap Rano.
Ia juga menyoroti denda kepada Harvey naik menjadi Rp 420 miliar. “Penguasaan aset ilegal perlu dikembalikan kepada negara, jangan hanya berhenti pada unsur pemidanaan. Aset ilegal harus dikembalikan ke kas negara,” kata politisi tersebut.
