Ole Kid

Semangat Bocah-Bocah di Terminal Sakila Kerti

OLE – Keceriaan terekam di wajah-wajah siswa-siswi PAUD Sakila Kerti. Lokasinya aneh: terminal aktif Kota Tegal. Selain asli warga di sekitar terminal, latar belakang murid beragam. Ada anak pedagang asongan, tukang parkir, penjaga toilet, bahkan anak pengemis!

Umur bocah-bocah tersebut berkisar 3-4 tahun. Ruangan yang di tempati relatif mini, berukuran 6 x 8 meter. Mereka duduk beralaskan spanduk bekas. Beberapa asyik menempelkan potongan-potongan kecil kertas warna-warni ke gambar ikan di atas kertas HVS. ‎

Salah satunya, Muhammad Ibnu Hakim (3). Ia ditemani sang bunda, Eka Purwanti (34). “Anak saya sudah dua bulan bersekolah di sini,” kata Purwanti. “Saya terbantu dengan adanya Sekolah Terminal Sakila Kerti, soalnya bisa bersekolah gratis.”

Kalau sekolah di PAUD di dekat rumahnya, ada uang SPP, uang daftar ulang, dan biaya-biaya lain. “Mahal. Di sekolah terminal ini benar-benar gratis,” ujar warga Kelurahan Keturen, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal ini.

Purwanti bersyukur karena sehari-hari ia hanya bekerja sebagai ‎pedagang asongan di terminal. Ia menjajakan kopi saset dan mi instan siap saji ke penumpang bus. Penghasilannya jelas tak menentu. Kadang Rp 40 ribu, kadang kurang. Begitu juga penghasilan suami yang bekerja serabutan.

Seperti halnya Purwanti, Nur Hikmah (35), juga senang dengan keberadaan sekolah PAUD di terminal. Sembari menjaga toilet dan parkir, ia bisa menemani anaknya, Rafa Rifanda (4), belajar mengenal huruf, angka, menggambar hingga mewarnai.

‎”Biasanya kalau saya kerja jaga toilet dan parkir di terminal, anak saya ikut karena di rumah tidak ada yang jaga. Dulu kesini cuma main, sekarang bisa sambil bersekolah,” tuturnya.

Bertambah 50 Anak

PAUD Sakila Kerti mulai dibuka pada Juli 2019 atau awal tahun ajaran 2019-2020. Saat pertama kali dibuka, awalnya yang daftar cuma 20 calon siswa. ‎

“Setelah diinformasikan gratis, yang mendaftar bertambah jadi 50 anak. Tapi sekarang yang aktif berangkat sekolah sekitar 30 anak,” ujar Ade Setiawati (30), seorang staf pengajar di Sekolah Terminal Sakila Kerti.

Para siswa mengikuti proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan usia dan kurikulum PAUD. “Mereka belajar lagu, doa-doa, dan keterampilan. Kalau pun diajari angka atau huruf, tidak semuanya. Misalnya angka, hanya sampai angka 10,” ujarnya.

Ade mengungkapkan, kegiatan belajar-mengajar untuk sementara hanya berlangsung tiga hari dalam sepekan: tiap Kamis, Jumat, dan Sabtu. Pengajarnya ada tiga orang, seluruhnya relawan. “Kami bergantian mengajar karena ada yang mengajar di PAUD di tempat lain juga,” imbuhnya.

Spirit anak-anak untuk belajar cukup tinggi. Mereka bahkan sangat aktif. Keberadaan sekolah di terminal itu sendiri sempat diragukan karena lokasinya yang tak wajar. Tapi itu tak menyurutkan semangat staf pengajar.

“Padahal pendidikan usia dini juga penting,” jelas Ade. “Saya senang sekaligus bangga bisa memberikan apa yang mampu saya berikan dengan cara mengajar,” komentar Diana Pangestika (22), relawan pengajar lain.

Dari tempat anak-anak itu bersekolah, deru mesin bus dan angkot yang keluar-masuk terminal berulang kali terdengar keras. Begitu pula suara pedagang asongan, serta tak ketinggalan, teriakan kru bus mencari penumpang. Belum lagi bau asap solar dari knalpot kendaraan yang kadang hitam mengepul di udara.

Begitulah suasana kegiatan belajar mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sekolah Terminal Sakila Kerti, akhir Agustus 2019.‎ Sebelum disulap jadi ruang kelas, kondisi ruangan amat kotor. Beberapa bagian tembok dan atapnya sudah rusak.

Selain terdapat sejumlah alat atau media pembelajaran, ruang kelas itu juga ditempeli berbagai pernak-pernik seperti ruang kelas PAUD pada umumnya. Jika tak cukup menampung jumlah murid, sebagian siswa terpaksa menempati emperan di depan ruangan. Semangat terus ya, Nak. (AL)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top