Jakarta, OLE – Suhu panas terik yang belakangan terjadi di sejumlah wilayah telah memanggang Indonesia dengan suhu mecapai 38,4 derajat Celcius. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu ekstrim itu akan segera reda seiring peningkatan curah hujan.
“Dalam beberapa waktu ke depan, seiring dengan Siklon Tropis Kong-rey yang akan menjauhi wilayah Indonesia dan diprediksi akan melemah serta adanya potensi aktifnya gelombang ekuator Rossby dan nilai OLR negatif di wilayah Jawa, maka akan dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan dalam beberapa hari ke depan,” ujar Deputi bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, Rabu (30/10/2024).
Menurut Ardhasena peningkatan pembentukan awan hujan ini akan konsisten, sehingga berdampak pada penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa.
“Dengan diprediksi mulai turunnya hujan secara konsisten dalam beberapa waktu ke depan, maka suhu permukaan juga diprediksi akan menurun terutama di wilayah Jawa,” terang Ardhasena.
BMKG sebelumnya memberi peringatan kepada masyarakat di sejumlah daerah untuk mewaspadai dampak suhu panas yang berpotensi ‘memanggang’ RI. Menurut BMKG, suhu di sejumlah daerah bahkan mencapai 37 hingga 38,4 derajat Celsius.
Berdasarkan analisa tim ahli meteorologi BMKG sampai Senin (28/10) siang, tercatat suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius.
Faktor Siklon Tropis
Cuaca panas masih ‘memanggang’ sejumlah wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir, meski sudah jadwalnya masuk musim penghujan.
Menurut Ardhasena, ada beberapa faktor yang menyebabkan cuaca panas terik “memanggang” Indonesia, salah satunya adalah pengaruh dari siklon tropis.
“Siklon Tropis, seperti Kong-rey yang baru-baru ini aktif di Samudra Pasifik, menarik massa udara dari wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia. Dampaknya, wilayah seperti Jawa menjadi lebih kering karena massa udara yang seharusnya membantu pembentukan awan hujan tertarik ke arah pusat siklon,” terangnya.
Kemudian, Gerak Semu Matahari pada Oktober juga berkontribusi pada cuaca panas. Pasalnya, pada periode ini Matahari berada lebih dekat dengan wilayah selatan ekuator.
Hal tersebut, kata Ardhasena, meningkatkan intensitas radiasi Matahari di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, dan menyebabkan suhu terasa lebih panas.
“Meskipun sebagai besar wilayah Jawa diprediksi telah memasuki musim penghujan pada akhir Oktober, namun dinamika atmosfer global dan regional seperti aktifnya Siklon Tropis di sebelah Utara wilayah Indonesia mampu menghambat pertumbuhan awan hujan,” ujar dia.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, juga mengungkap penyebab panas yang terjadi di sejumlah wilayah di Tanah Air karena Gerak Semu Matahari.
“Panas yang terjadi hanya siklus panas terik harian, karena ada pergerakan semu Matahari. Saat ini di bulan Oktober posisi Matahari ada di 8 atau 9 derajat Lintang Selatan. Akibatnya, wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara banyak menerima sinar Matahari langsung,” kata Guswanto.
Selain itu, menurut Guswanto saat ini wilayah selatan RI masih mengalami musim kemarau dan sedang menuju musim penghujan.
Hal tersebut, kata dia, membuat tutupan awan di wilayah selatan, khususnya di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara masih dipengaruhi oleh angin Muson Timur, sehingga tutupan awan masih jarang. “Sehingga membuat suhu di wilayah selatan itu lebih tinggi atau panas,” jelas dia.