Indonesia Today

Ubai: Tolak Omnibus Law, Lengserkan Rezim!

OLE – Produk rezim Joko Widodo-Ma’ruf Amin melalui DPR terkait Omnibus Law, telah mengguncang Indonesia. Berbagai demonstrasi yang mulai anarkistis, terjadi di semua kota besar. Hampir semua unsur masyarakat, menolak.

Faktanya, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, yang membawahi 17 federasi buruh, justru mendukung Omnius Law. Sementara ke-17 federasi di bawahnya, tentu menentang. Berikut wawancara Sigit Nugroho dari OLE dengan Ubaidillah Thalib, Wakil Ketua DPP Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan, di lokasi demo Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta (13/10/2020).

Bagaimana pandangan federasi Anda, sepertinya tidak sejalan dengan sikap konfederasi?

Ya, kami memang berbeda pandangan. Walaupun konfederasi kami di bawah pimpinan Yorris Raweyai dan Sekjen Ruddy Prayitno, yang mendukung Omnibus Law, kami tegaskan bahwa Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan, menolak semua pasal-pasal Omnibus Law. Semua pasal menyesatkan dan menyengsarakan kaum buruh.

Pasal mana saja yang secara prinsip mendapat penolakan federasi?

Banyak. Dengan pasal-pasal yang sudah ada di UU No. 13/2003, itu saja tidak memenuhi kesejahteraan kaum buruh, apalagi dengan Omnibus Law sekarang. Semua bentuk kesejahteraan diubah menjadi lebih kecil lagi. Terutama adalah pesangon, kini dikurangi hitungannya. Pesangon itu harapan kaum buruh yang di-PHK. Sebelumnya 32 kali upah, kini jadi 16 kali upah.

Demikian pula outsourching, biasanya maksimal 2 tahun, kini bisa seumur hidup. Masih banyak lagi penderitaan yang akan diterima kaum buruh, dengan diberlakukannya Omnibus Law kluster undang-undang tenaga kerja ini.

Ubaidillah Thalib (kanan) dan Abd Wadud, kritisi Omnibus Law kluster tenaga kerja.

Kabarnya masih ada peluang untuk mengubah produk kontroversial itu. Benarkah?

Itu sudah final dan ditetapkan, melalui sidang paripurna DPR/MPR dengan 2 fraksi walk out. Secara otomatis, bila telah ditetapkan di sidang paripurna, dalam tempo 30 hari akan berlaku atau jadi Undang-Undang. Bahkan jika tidak ditanda-tangani presiden sekalipun.

Itu akan segera menjadi mimpi yang sangat buruk bagi kaum pekerja. Mungkin orang yang tidak berstatus pekerja, tidak merasakan penderitaan itu. Tapi bagi kami kaum pekerja yang pernah merasakan PHK, merasakan pedihnya dibuang, pedihnya tidak punya penghasilan, harapan kami adalah pesangon. Itulah untuk menyambung hidup. Nah, itulah yang besarannya dikurangi.

Informasinya, Omnibus Law sedang direvisi padahal saat ini DPR sedang masa reses, dan para anggota sedang keluar daerah. Lalu siapa yang merevisi?

Tidak bisa direvisi. Siapa yang akan melakukan revisi? Satu-satunya jalan yang paling memungkinkan, yaitu digugat ke Mahkamah Konstitusi. Tapi kita tahu, pada periode MK sekarang, apapun produk rezim yang digugat, itu tidak berhasil karena selalu dimentahkan MK. Soalnya, hampir semua hakim-hakim konstitusi berpihak pada rezim.

Baca Juga: http://https://ole.co.id/deklarasi-kami-dari-indonesia-tembus-4-benua/

Lantas, adakah jalan keluar lain yang lebih masuk akal?

Yang paling pas, penguasa dilengserkan, karena telah menyengsarakan rakyat, terutama kaum buruh. Ingat, kekuatan bangsa ini sebenarnya berada di tangan kaum buruh.

Demo massa terjadi di berbagai kota besar di Indonesia, semua menolak Omnibus Law.

Bagaimana dengan sikap Yorris Raweyai yang mendukung Omnibus Law?

Dia bagian dalam kekuasaan. Tapi kami para pengurus di federasi, tidak sependapat. Konfederasi ini membawahi 17 federasi, salah satunya Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan, dan saya sebagai wakil ketua umum memastikan, federasi kami seperti 16 federasi lainnya, menolak Omnibus Law.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top